Daán yahya/Republika

Islam di India: Kini dan Silam

Islam telah menjadi bagian sejarah India sebelum negeri ini dicengkeram kolonialisme.

Oleh: Hasanul Rizqa

Secara geografis, India atau Bharat Ganarajya mencakup area seluas kira-kira 3,28 juta km persegi yang membentang dari ketinggian Pegunungan Himalaya di utara hingga kawasan pesisir yang mempertemukan antara Laut Arab di sisi barat dan Teluk Bengal di timur. Wilayah yang terletak di Asia selatan ini telah dihuni manusia sejak 55 ribu tahun lalu dan menjadi tempat kelahiran salah satu peradaban tertua sedunia. Jejak-jejak arkeologisnya sampai hari ini masih dapat diamati, terutama di India barat, dekat daerah aliran Sungai Indus.

 

Menurut data PBB, India merupakan negara dengan populasi terbanyak sedunia per tahun 2023. Dengan lebih dari 1,428 miliar jiwa penduduk, India melampaui berturut-turut Republik Rakyat Cina (RRC), Amerika Serikat (AS), dan Indonesia. Dari angka tersebut, hampir 80 persennya menganut agama Hindu. Hal itu secara otomatis menjadikannya sebagai negara mayoritas Hindu terbesar di dunia.

 

India merupakan sebuah negara sekuler, sebagaimana yang diamanatkan konstitusinya. Karena itu, pemerintah India idealnya tidak berpihak pada agama tertentu, melainkan melindungi dan mengayomi seluruh umat agama-agama. Bagaimanapun, belakangan ini telah muncul kecenderungan riak-riak konflik antarumat di negara itu, termasuk yang menyasar kaum Muslimin setempat.

 

Menurut Bastian Yunariono dalam artikelnya yang terbit di jurnal Paradigma (2023), konflik antara kelompok-kelompok Hindu dan Muslim di India bersifat sistemik dalam beberapa dekade terakhir. Konflik komunal ini meningkat sejak Narendra Modi menjadi perdana menteri pada 2014. Ia didukung pihak-pihak yang berideologi nasionalis Hindu (Hindutva) di India, seperti Rashtriya Swayamvevak Sangh (RSS). Bharatiya Janata Party (BJP), partai sayap-kanan tempat Modi berasal, pun lahir dari organisasi ekstrem Hindu tersebut. Sebagian besar pejabat BJP adalah anggota senior RSS, termasuk PM Modi.

 

Agama digunakan para politikus BJP sebagai sarana meraih simpati umat Hindu di India. Sebagai contoh, pada 2020 lalu terbit Undang-Undang Kewarganegaraan baru yang dinilai merugikan umat Islam. UU yang diikuti pendaftaran kewarganegaraan (national register of citizens/NRC) ini dirancang pemerintah nasionalis Hindu untuk mengusir kaum Muslimin yang tidak memiliki dokumentasi kewarganegaraan India yang memadai.

 

Demonstrasi pun terjadi. Namun, protes yang dilakukan elemen Muslim ini dibalas aksi unjuk rasa oleh kelompok nasionalis Hindu pro-Modi. Pada 23 Februari 2020, massa Hindu menyerang orang-orang Islam dengan batu, tongkat, dan batang besi di timur laut New Delhi. Peristiwa ini menewaskan sebanyak 53 jiwa dan melukai sekurang-kurangnya 200 orang. Mayoritas dari para korban adalah Muslim.

 

Konflik umat Hindu-Muslim selanjutnya terjadi sepanjang tahun 2022. Berdasarkan data Human Rights Watch pada bulan April 2022, di negara bagian Madya Pradesh terjadi perusakan terhadap belasan rumah dan toko-toko yang sebagian besar dimiliki orang Islam. Pada Oktober 2022, terjadi kekerasan terhadap 19 orang Muslim serta pembakaran rumah-rumah yang dilakukan oleh kelompok garis keras Hindu. Milisi dari RSS dan Bajrang Dal melakukan tindakan kekerasan sembari meneriakkan slogan-slogan anti-Muslim di depan masjid-masjid.

 

Tahun 2023 juga tidak sepi dari ketegangan antara mayoritas Hindu dan minoritas Muslim. Pada 31 Juli 2023, Masjid Anjuman Jama di barat daya New Delhi diserang gerombolan sayap kanan Hindu. Aksi yang menewaskan seorang imam itu terjadi hanya selang beberapa jam usai kekerasan komunal meletus di distrik tetangga, Nuh, negara bagian Haryana—yang pemerintahnya dikuasai BJP. Penyebabnya, kelompok Hindu garis keras mengadakan pawai di distrik yang dihuni mayoritas Muslim tersebut. Bentrokan berdarah ini mengakibatkan enam orang tewas dan 50 lainnya cedera.

 

Kelompok-kelompok ekstrem menarget masjid-masjid, termasuk yang bernilai sejarah di India. Baru-baru ini, Masjid Akhonji yang telah berusia lebih dari enam ratus tahun di New Delhi dihancurkan. Pembongkaran terjadi di tengah suasana sensitif dalam negeri ketika aktivis-aktivis ultranasionalis kian berani menyerukan penggusuran beberapa masjid terkemuka. Mereka ingin mengganti masjid-masjid itu dengan kuil-kuil Hindu.

dok epa efe

Perspektif sejarah

 

Awal keberadaan Islam di India sedianya hampir seumur dengan permulaan masa dakwah Nabi Muhammad SAW di Jazirah Arab. Masjid Cheraman Juma, yakni masjid tertua di India, dibangun pada 629 Masehi. Artinya, pembangunan tempat ibadah yang berada di Kodungalloor, Kerala, itu bertepatan kira-kira dengan tiga tahun sebelum wafatnya Rasulullah SAW.

 

Hingga pertengahan abad kedelapan Masehi, wilayah daulah Islam yang berpusat di Arab meluas dari Afrika utara di barat hingga lembah sungai Indus di timur. Kontak antara penguasa Muslim dan raja-raja Hindu di India utara berjalan seiring interaksi kaum pedagang Arab yang telah berabad-abad silam terjalin dengan masyarakat pantai Anak Benua India. Menjelang akhir abad kedelapan, syiar Islam dapat dikatakan telah menyebar secara berangsur-angsur di seluruh negeri Asia selatan tersebut.

 

Menurut Irfan A Omar dalam buku Encyclopedia of India (2006), kalangan sufi dan terpelajar memegang peran paling penting dalam memperkenalkan Islam di India. Melalui mereka, Islam disebarluaskan secara relatif damai. Mereka terlibat dalam aktivitas keilmuan dan spiritual yang sejak berabad-abad silam sudah bergeliat di kawasan Asia selatan.

 

Sejak 2.300 tahun sebelum Masehi (SM), lembah sungai Indus—yang darinya nama ‘India’ berasal—telah memunculkan salah satu peradaban paling tua di dunia, sezaman dengan Mesir Kuno dan Mesopotamia (Irak). Peradaban India unggul terutama dalam bidang keilmuan, seperti matematika, medis, sastra, dan filsafat.

 

Sejak abad kesembilan Masehi, banyak sufi dari pelbagai negeri hijrah ke India. Kekayaan budaya setempat tampaknya menarik minat mereka untuk mempelajarinya secara langsung. Beberapa dari para salik ini kemudian menikah dengan perempuan lokal sehingga berbaur dengan penduduk setempat.

 

Kaum sufi menjalankan tarekat yang antara lain berupa hidup secara zuhud. Praktik serupa itu sesungguhnya telah dikenal masyarakat religius India pemeluk agama-agama lain jauh sebelum kedatangan Islam.

 

Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus merupakan penguasa Muslim pertama yang merintis penaklukkan atas Anak Benua India. Pada 711, Muhammad bin Qasim berhasil menguasai Sindh (kini Pakistan). Pemuda yang masih berusia 17 tahun itu merupakan keponakan gubernur Irak, al-Hajjaj bin Yusuf, yang terkenal berwatak keras.

 

Pada masa kekuasaan Ibnu Qasim yang terbilang singkat, hanya empat tahun, umat agama-agama lokal (Hindu dan Buddha) dilindungi haknya untuk tinggal dan beribadah. Situasi berubah setelah al-Hajjaj wafat. Ibnu Qasim terseret pergolakan politik yang dicetuskan khalifah baru Dinasti Umayyah, Sulaiman bin Abdul Malik. Pada 715, pemimpin muda ini dieksekusi mati.

 

Kesultanan Delhi menjadi kerajaan Islam pertama yang berbasis di Anak Benua India. Selama 320 tahun, ada lima dinasti yang berkuasa di dalamnya, yakni Mamluk (1206-1290), Khalji (1290-1320), Tughluq (1320-1414), Sayyid (1414-1415), dan Lodi (1451-1526).

 

Pendiri Kesultanan Delhi adalah Qutb al-Din Aibak, bekas budak Sultan Ghurid, Muizzuddin Muhammad. Ceritanya bermula pada akhir abad kesembilan ketika Kerajaan Ghurid masih menjadikan Buddha sebagai agama resmi. Wilayah kekuasaannya merentang dari wilayah Ghor (kini Afghanistan) hingga sebagian besar India utara.

 

Penaklukan oleh Kerajaan Ghazni mengubahnya menjadi sebuah kesultanan Islam. Dinasti Ghazni berasal dari kebudayaan Turki (Asia tengah) dengan pengaruh kuat Persia. Abu Ali bin Muhammad merupakan raja pertama dari Dinasti Ghurid yang mengucapkan dua kalimat syahadat.

dok wikipedia

Situasi kemudian berbalik. Pada 1186, Sultan Muizzuddin Muhammad berhasil menguasai ibu kota Ghazni, Lahore. Inilah awal masa kejayaan bagi Kesultanan Ghurid. Wilayahnya pada saat itu merentang dari Khurasan (Iran) hingga pesisir Teluk Bengala (kini Bangladesh) di timur.

 

Meskipun masih berstatus budak, Qutb al-Din Aibak memeroleh posisi yang penting di lingkungan istana tuannya, Sultan Muizzuddin Muhammad. Aibak bahkan ditugaskan untuk memimpin armada militer dalam ekspedisi menaklukkan India utara yang kemudian sukses.

 

Pada 1193, sang sultan meninggalkan wilayah Delhi untuk kembali ke Lahore. Komando militer pun de facto berada di tangan Aibak. Selanjutnya, Aibak memimpin balatentara untuk merebut daerah lembah sungai Ganga dan Yamuna serta wilayah milik tuan-tuan tanah (rajputs) yang masih menolak dominasi Ghurid.

 

Pada 1206, Muizzuddin Muhammad tewas dibunuh kelompok pemberontak di Khurasan. Sepeninggalan sultan tersebut, Qutb al-Din Aibak semakin mengukuhkan kekuasaannya di Delhi dan sekitarnya. Dia juga menikahi putri seorang komandan Kesultanan Ghurid, Tajuddin Yildiz. Sejak saat itu, berdirilah Kesultanan Delhi (1206-1526).

 

Sebagian sejarawan sepakat, dalam era Kesultanan Delhi terjadi sintesis kebudayaan India dengan peradaban Islam. Pengaruh kebudayaan bangsa semi-nomaden, Turki, serta Persia juga terjadi di sana. Sebagai contoh hasil sintesis ini, banyak bangunan monumental berdiri dengan memerhatikan aspek-aspek lokal sembari mengagungkan simbol-simbol Islam. Selain itu, di bidang sastra juga cukup banyak pencapaian yang mengagumkan, terutama melalui bahasa Urdu.

 

Di antara legasi Kesultanan Delhi adalah Kompleks Qutb. Area yang terletak di Delhi itu sebelumnya merupakan bekas reruntuhan Benteng Lal Kot dari kerajaan Hindu yang sempat berkuasa pada abad kedelapan.

 

Di dalam Kompleks Qutb, terdapat Masjid Quwwatul Islam dan Menara Qutb. Masjid yang berdiri pada 1193 itu merupakan tempat peribadatan pertama untuk umat Islam Delhi. Adapun Menara Qutb, setinggi 73 meter, dibangun Qutb al-Din Aibak untuk menghormati sufi Qutbuddin Bakhtiar Kaki (wafat 1235). Kini, Kompleks Qutb diakui sebagai situs warisan dunia versi UNESCO.

 

Kesultanan Delhi cenderung tidak stabil secara politik dalam negeri. Semasa 320 tahun berkuasa di Anak Benua India, sedikitnya ada lima dinasti timbul tenggelam dalam kesultanan ini. Mereka adalah Mamluk (1206-1290), Khalji (1290-1320), Tughluq (1320-1414), Sayyid (1414-1415), dan Lodi (1451-1526). Dari sebanyak 35 sultan yang sempat bertakhta, 19 orang di antaranya tewas terbunuh akibat intrik politik kekuasaan.

 

Setelah Delhi, lahirlah kerajaan besar lainnya yang berpusat di India. Inilah Kesultanan Mughal. Kerajaan Islam tersebut dikenang sebagai salah satu imperium terbesar yang pernah eksis di muka bimi. Wilayahnya mencakup seluruh Anak Benua India dan sebagian Afghanistan.

 

Bahasa Inggris sampai-sampai mengadopsi nama kerajaan Muslim tersebut menjadi kata mogul, yang bermakna ‘seorang tokoh besar’ (lih. Merriam-Webster Dictionary). Kebesaran Mughal sepertinya tidak berlebihan jika kita menelusuri jejaknya dalam sejarah peradaban Islam.

 

Michael H Fisher dalam A Short History of the Mughal Empire menjelaskan, Kesultanan Mughal bertahan tiga abad lamanya dengan jumlah penduduk yang sempat mencapai 150 juta jiwa. Mereka bukan hanya umat Islam, melainkan juga agama-agama lain. Di era kejayaannya, kerajaan ini begitu bineka dan sangat kaya sehingga dapat mengendalikan hampir seperempat total nilai produksi dunia (gross domestic product/GDP).

Awal keberadaan Islam di India sedianya hampir seumur dengan permulaan masa dakwah Nabi Muhammad SAW.

Kisah Kesultanan Mughal bermula pada paruh awal abad ke-16. Pendirinya, Babur, merupakan seorang keturunan Timur Lenk dari generasi kelima. Babur lahir di Andijan (kini Uzbekistan) pada 1483. Sebelum mendirikan Kesultanan Mughal, dia telah menguasai wilayah yang subur di Mawarannahr alias Transoxiana dan selanjutnya Kabul serta Kandahar (kini Afghanistan) selama beberapa dekade. Sejak 1519, sosok yang bernama asli Zahiruddin Muhammad ini telah berupaya menaklukkan India utara (Hindustan). Saat itu, daerah tersebut dikuasai Dinasti Lodi yang beribu kota di Delhi.

 

Pada akhir abad ke-14 silam, Timur Lenk sempat memporak-porandakan Delhi. Inilah yang menginsipirasi Babur untuk terus menggempur wilayah Dinasti Lodi. Sampai akhirnya, Babur memanfaatkan kekacauan politik yang menerpa lingkaran elite wangsa tersebut. Dia bersekutu dengan Dawltan Khan, pemimpin Punjab (kini termasuk Pakistan), yang berani menentang Sultan Ibrahim Lodi. Dalam pertempuran Panipat Pertama pada 1526, pasukan Babur menang sehingga menyebabkan Kesultanan Delhi runtuh. Sepanjang 320 tahun riwayatnya, ada lima dinasti yang mengisi Kesultanan Delhi, yakni Mamluk (1206-1290), Khalji (1290-1320), Tughluq (1320-1414), Sayyid (1414-1415), dan Lodi (1451-1526).

 

Ketika Babur memasuki Hindustan, umat Islam merupakan minoritas di sana. Ajaran Nabi Muhammad SAW pertama-tama tersebar di Anak Benua India berkat dakwah para sufi dan kaum saudagar asal Arab selatan. Kesultana Delhi pun berjasa dalam mengukuhkan Islam di India. Adapun mayoritas penduduk setempat memeluk kepercayaan Hindu. Tata sosialnya terdiri atas empat kasta, yakni Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Di luar sistem tersebut, pembagian komunitas lebih didasarkan pada keturunan (jati) atau klan ningrat (rajput). Di era kekuasaan Babur, ada dua rajput yang dominan di India, yaitu Sisodia dan Rathors.

 

Fisher menemukan, India pada abad pertengahan tidak begitu mengindahkan identitas agama. Teks-teks Hindu klasik, misalnya, menganggap orang-orang Muslim dari Asia tengah sebagai suatu jati, alih-alih umat agama yang berbeda. Di masa Kesultanan Mughal, beberapa rajput memeluk Islam sambil tetap berpegang pada status adat semula. Bahkan, sejumlah keturunan Babur menikah dengan pasangan dari keluarga rajput yang beragama Hindu.

 

Fisher mengungkapkan, Babur tidak terlalu ortodoks dalam menafsirkan status orang-orang Hindu. Baginya, mereka dapat disamakan sebagai ahl al-kitab, yakni Kristen dan Yahudi. Umat Hindu yang menjadi rakyatnya dianggap sebagai kaum kafir dzimmi sehingga diwajibkan membayar pajak. Dengan begitu, hak-hak mereka dapat dilindungi, termasuk dalam hal berkeyakinan dan beribadah. Namun, para penguasa Kesultanan Mughal jauh setelah era Babur justru tidak menarik pajak perlindungan dari rakyatnya yang non-Muslim.

 

Sepertinya, ini menjelaskan awal mula kekuasaan Babur di Hindustan. Waktu itu, kebudayan Persia yang dibawanya cukup asing bagi kebanyakan penduduk Hindustan. Penguasa Muslim sebelum Babur, Dinasti Lodi, selama 75 tahun mengusung kebudayaan Afghan di India dengan bahasa Pashtun. Sementara itu, penduduk tempatan sudah berabad-abad silam mewarisi kebudayaan Hindu dengan bahasa Sanskerta.

 

Untuk menegaskan dominasinya di Hindustan, tidak ada jalan untuk bagi Babur selain ekspansi militer. Dalam sejumlah pertempuran pasca-Perang Panipat Pertama, kubu-kubu musuh selalu menganggapnya sebagai orang asing lantaran tidak berasal dari kebudayaan Hindu atau Afghan. Bagaimanapun, Babur berhasil membuktikan keunggulan militernya. Apalagi, di zaman itu Babur, sebagaimana para penguasa Persia-Turki lainnya, telah mahir memanfaatkan bubuk mesiu untuk memperkuat persenjataan. Sementara, kebanyakan penguasa di Anak Benua India saat itu lebih mengandalkan tentara gajah.

 

Sang pendiri Kesultanan Mughal meninggal pada 1530. Penggantinya adalah putra sulungnya, Humayun, yang masih berusia 22 tahun. Sampai saat itu, dia lebih sering menghabiskan waktu di luar India. Karena itu, tidak mengherankan bila Humayun kurang cakap dalam berpolitik. Lingkungan internal Kesultanan Mughal menjadi kian rentan. Pada akhirnya, Kerajaan Sur dapat mengalahkannya dalam Perang Chausa pada 1539 dan Perang Bilgram satu tahun berikutnya. Sejak saat itu, Raja Sur, Sher Shah, dapat menghalau Kesultanan Mughal dari Hindustan untuk kemudian mengembangkan kebudayaan Afghan di sana.

 

Barulah pada 1555, Kesultanan Mughal dapat merebut kembali Hindustan dari Kerajaan Sur. Satu tahun kemudian, Humayun wafat. Almarhum digantikan putranya, Abul Fatah Jalaluddin Muhammad Akbar, yang kelak menjadi pemimpin besar. Selama 50 tahun berkuasa, cakupan wilayah Kesultanan Mughal mencapai hampir seluruh Anak Benua India.

 

Tidak seperti ayahnya, Sultan Akbar mengenal betul karakteristik masyarakat India yang bineka. Untuk menjamin ketentraman dan stabilitas negara, sosok yang lahir di Sind (India barat) itu merangkul kelompok-kelompok rajput Hindu, yang sebagian di antaranya bahkan menjadi keluarga melalui pernikahan. Dukungan dari kaum Hindu semakin besar setidaknya sejak penghapusan pajak atas kafir dzimmi pada 1579. Sembari menjaga kebinekaan, dia meneguhkan identitas Mughal sebagai imperium Islam yang patut disegani.

dok wikipedia

Dua pemimpin besar

 

Dalam sejarah Kesultanan Mughal, ada dua raja yang paling terkemuka. Keduanya adalah Shah Jahan dan Aurangzeb. Mereka telah mewariskan legasi yang besar, bukan hanya bagi identitas India hingga hari ini, melainkan juga peradaban Islam pada umumnya.

 

Shah Jahan lahir dengan nama Syahabuddin Muhammad Khurram pada 1592. Dia merupakan putra Jahangir dari istrinya, Bilqis Makani, yang beragama Hindu. Roger D Long dalam Encyclopedia of India mendeskripsikannya sebagai raja yang ambisius dan flamboyan. Saat dia berkuasa, hukum syariat berlaku secara lebih kaku. Banyak bangunan yang menyerupai penyembahan berhala dihancurkannya. Di lingkungan istana, orang-orang terdekat serta para pengikutnya diberangkatkan ke Tanah Suci.

 

Sepeninggalan ayahnya, Shah Jahan tampil sebagai putra mahkota yang paling berani. Setelah berhasil merebut kekuasaan pada 1628, dia memerintahkan agar semua lawannya dibunuh, termasuk saudara-saudaranya sendiri. Namun, dia membiarkan Nur Jahan, istri almarhum ayahnya, untuk tetap hidup dalam pengasingan.

 

Tidak seperti era Jahangir, Shah Jahan memerintahkan ekspansi militer ke daerah-daerah sekitar di Anak Benua India. Total prajuritnya yang siap tempur mencapai satu juta jiwa. Persenjataan mereka dilengkapi dengan meriam laras panjang yang dibuat di Benteng Jaigarh, Rajasthan. Sejumlah wilayah kekuasaan rajput Hindu pun ditaklukkannya. Tiga negeri otonom Muslim di dataran tinggi Dekka, yakni Ahmednagar, Bijapur, dan Golconda, juga terus dikepung sampai menyerah. Pada 1638, Kandahar di Afghanistan dan Balkh di Asia tengah sempat dikuasainya tetapi lepas tiga tahun kemudian.

 

Shah Jahan mengubah birokrasi kerajaan agar lebih terpusat dan sistematis. Dengan demikian, stabilitas politik dan keamanan dapat terjaga. Secara umum, Kesultanan Mughal di bawah kendalinya menjadi pusat peradaban yang unggul dalam bidang sains, seni, sastra, serta ilmu-ilmu agama. Hal ini didukung sifat Shah Jahan sendiri yang mencintai ilmu pengetahuan dan seni, khususnya arsitektur. Fisher mengungkapkan, Mughal kala itu menghasilkan kekayaan paling besar di dunia. Hingga akhir era Shah Jahan pada 1658, jumlah penduduk Anak Benua India meningkat pesat sampai empat kali lipat. Kemakmuran umumnya berlangsung merata. Meskipun begitu, pada awal 1630-an wabah kelaparan sempat terjadi akibat gagal panen. Hampir dua juta orang tewas kekurangan gizi di sekitar Dekka, Khandesh, dan Gujarat.

 

Beberapa peninggalan Shah Jahan adalah Masjid Jama di Delhi, Masjid Mutiara di Agra, dan Taman Shalimar di Lahore. Taj Mahal merupakan karya arsitektur warisannya yang paling penting. Bangunan fenomenal yang berdiri di Agra ini termasuk keajaiban dunia. Setiap tahun, sekitar tujuh juta orang wisatawan datang ke India untuk menyaksikan langsung keindahannya.

 

Shah Jahan membangun Taj Mahal demi mengenang istri keduanya, Arjumand Banu Begum alias Mumtaz Mahal. Shah Jahan sudah mengenalnya sejak masih anak-anak. Keluarga mempelai perempuan itu telah mengabdi pada istana Mughal sejak era Sultan Akbar. Dari pernikahan ini, Shah Jahan dikaruniai 14 orang putra-putri. Istri yang paling dicintainya itu wafat setelah melahirkan anak bungsunya, Gauhara Begum. Saat itu, Mumtaz Mahal sudah berusia 37 tahun. Sebelum Taj Mahal dibangun, jasad sang ratu Kesultanan Mughal itu disemayamkan di taman makam Zainabad, dekat Sungai Tapti.

 

Taj Mahal berdiri di atas lahan seluas 17 hektare di Agra. Bangunannya terbuat dari bahan dasar marmer putih. Perancangnya merupakan arsitek resmi Kesultanan Mughal yang berdarah Persia, Ahmad Lahori. Tidak kurang dari 20 ribu seniman dipekerjakan untuk menyempurnakan kompleks Taj Mahal, termasuk deretan taman, sebuah masjid, kolam air, serta rumah penginapan di sekitarnya. Dari bentuk gerbang iwan, kubahnya yang setengah bola, serta empat buah menara di sekelilingnya, tampak ciri khas seni arsitektur Persia.

 

Sejak kematian Mumtaz Mahal, kondisi psikologis Shah Jahan terus merosot. Dia tidak lagi cakap memimpin. Anak-anaknya kemudian saling berperang satu sama lain demi mendapatkan tahkta. Di masa akhir hidupnya, sultan Mughal kelima ini mendekam di Benteng Agra akibat intrik politik istana. Ironisnya, yang menjadikannya tahanan adalah salah seorang anaknya sendiri, Aurangzeb. Setiap hari di kamar tahanan, Shah Jahan hanya bisa memandangi Taj Mahal dari jendela, membayangkan wajah istrinya tercinta, Mumtaz Mahal. Pada 1666, dia menghembuskan nafas terakhir. Jasadnya dikebumikan bersebelahan dengan makam istrinya itu di lantai bawah Taj Mahal.

 

Aurangzeb lahir dengan nama Muhiuddin Muhammad pada 1618. Sejak muda, anak keenam Mumtaz Mahal ini dikenal sebagai figur yang pantang menyerah. Gelarnya dari sang ayah adalah Bahadur, yang berarti ‘pemberani.’ Aurangzeb naik ke tampuk kekuasaan saat berusia 40 tahun setelah berhasil mengungguli para saudaranya. Kepemimpinannya bertahan hampir setengah abad lamanya hingga 1707.

dok wikipedia

Saat menjadi sultan Mughal, Aurangzeb memulihkan stabilitas negara. Ia berhasil menjadikan Mughal, untuk kesekian kalinya, sebagai salah satu kerajaan paling makmur sejagad raya. Jumlah penduduk kesultanan ini pada saat itu mencapai 158 juta jiwa. Kekayaan sang sultan diketahui jauh melampaui raja-raja Eropa yang hidup sezaman. Bahkan, hampir seperempat kekayaan dunia waktu itu berada dalam kendali Mughal.

 

Saat ayahnya masih berkuasa, Aurangzeb memimpin pasukan yang bertugas meredam pemberontakan di sejumlah wilayah Mughal, termasuk Bundelkhand. Sesudah misi itu berhasil, dia kembali ditugaskan untuk memukul mundur pasukan Ahmednagar dan sekutunya di dataran tinggi Dekka. Kelak, pengalaman tempur ini akan berguna untuknya merebut kekuasaan tertinggi di istana Mughal.

 

Dalam perang sipil di akhir era Shah Jahan, Aurangzeb berhasil menyingkirkan tiga saudaranya untuk meraih kekuasaan. Pada 1658, dia resmi menjadi raja keenam Kesultanan Mughal. Sejak kepemimpinannya, syariat Islam diberlakukan lebih ketat lagi di Anak Benua India. Dia sendiri merupakan pengikut mazhab Hanafi dan berupaya menjadi seorang Muslim yang saleh.

 

Selama tujuh tahun berkuasa, dia biasa menghabiskan waktunya untuk menghafal Alquran. Sedemikian enggannya dia berkompromi terhadap aturan syariat. Pada 1679, misalnya, penguasa bergelar Alamgir (‘sang penggenggam dunia’) itu memberlakukan kembali aturan pajak atas kafir dzimmi yang ditiadakan Sultan Akbar hampir 100 tahun silam.

 

Aurangzeb memindahkan pusat kekuasaan dari Agra ke Shahjahanabad (kini Delhi). Selanjutnya pada 1682, dia pindahkan lagi ibu kota ke Aurangabad, sekitar dataran tinggi Dekka. Aurangzeb menghabiskan sebagian besar masa kekuasaannya di medan pertempuran. Kekuatan pasukannya terbilang besar. Dia memiliki ribuan tentara gajah, dengan persenjataan api yang mumpuni.

 

Karena itu, berbagai pemberontakan terhadap Mughal dapat diredamnya meskipun dengan susah payah. Sejumlah rajput Hindu dan Sikh juga berhasil dikalahkannya. Namun, ambisinya lebih tertuju pada menaklukkan seluruh India selatan, khususnya kerajaan-kerajaan otonom yang menghuni dataran tinggi Dekka. Kelak, upayanya ini berujung pada kegagalan dan justru mengantarkan Kesultanan Mughal pada situasi terpuruk.

 

Kebanyakan sejarawan sepakat bahwa era kepemimpinan Aurangzeb kurang toleran terhadap kaum non-Muslim di Anak Benua India. Sebelum dia berkuasa, orang-orang Hindu dan para loyalis non-Muslim relatif mudah berkarier di pemerintahan, sesuai dengan kemampuan dan prestasinya. Sebagai penguasa Muslim, Aurangzeb cenderung ortodoks. Dalam pernikahan, misalnya, dia memiliki empat orang istri. Hal ini tidak seperti para sultan Mughal sebelumnya. Mereka lumrah memiliki istri lebih dari empat karena menganggap longgar aturan yang telah digariskan syariat Islam.

 

Belakangan, Aurangzeb menjadi lalai dalam menjaga stabilitas politik. Hal itu disebabkan obsesinya yang begitu tinggi pada persoalan ekspansi wilayah. Kemudian, dia pun tidak jarang memimpin sendiri pelbagai pertempuran melawan musuh-musuh, utamanya di Dekka dan India selatan. Keadaan ini dimanfaatkan kongsi-kongsi dagang asal Inggris, Belanda, dan Prancis, untuk melebarkan kekuasaan di Anak Benua India. Kesultanan Mughal semakin terpecah belah. Rakyat yang non-Muslim tak lagi merasa terikat di bawah aturan Aurangzeb. Pemberontakan kian menjamur, terutama dengan merebaknya perdagangan gelap senjata api.

 

Pada 1707, Aurangzeb wafat dalam usia hampir 90 tahun. Jasadnya disemayamkan di permakaman yang cukup sederhana di Aurangabad. Setelah kematiannya, Kesultanan Mughal pun mulai menampakkan tanda-tanda keruntuhan. Anak Benua India akhirnya jatuh ke dalam dominasi Inggris sejak paruh awal abad ke-18.

top